Review : 99 Cahaya di Langit Eropa

Perjalanan bukan sekedar menikmati keindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan bukan sekedar mengagumi dan menemukan tempat2 unik di suatu daerah dengan biaya semurah-murahnya. Tapi perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yg lebih tinggi, memperluas wawasan dan menambah keimanan

” Islam pernah bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia, ketika dakwah bisa bersatu dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan dengan teror atau kekerasan.” Hal.8

Mengutip kata-kata George Santayana: “Those who don’t learn from history are doomed to repeat it.” Barang siapa melupakan sejarah, dia pasti akan mengulanginya.

Banyak di antara umat Islam kini yang tidak lagi mengenali sejarah kebesaran Islam pada masa lalu. Tidak banyak yang tahu bahwa luas teritori kekhalifahan Umayyah hampir 2 kali lebih besar daripada wilayah Kekaisaran Roma di bawah Julius Caesar. Tidak banyak yang tahu pula bahwa peradaban Islam-lah yang memperkenalkan Eropa pada Aristoteles, Plato, dan Socrates, serta akhirnya meniupkan angin renaissance bagi kemajuan Eropa saat ini. Cordoba, ibu kota kekhalifahan Islam di Spanyol, pernah menjadi pusat peradaban pengetahuan dunia, yang membuat Paris dan London beriri hati.


Judul : 99 Cahaya di Langit Eropa
Penulis : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Juli 2011
Tebal : x + 412 halaman


Review
Dalam novel ini Hanum menceritakan pengalaman-pengalamannya selama tinggal di Eropa dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Eropa. Di buku ini diceritakan mengenai tempat2 bersejarah Islam di 4 Kota. Wina (Austria), Paris (Perancis), Cordoba - Granada (Spanyol) dan Istanbul (Turki).Di setiap tempat yang dikunjungi, penulis menyisipkan sisipan sejarah kebudayaan Islam di tempat tersebut.
Kuliner yang terkenal di Eropa yang ada hubungannya dengan Islam juga dibahas di buku ini. Katanya, asal roti Croissant bukanlah dari Prancis, melainkan diciptakan di Wina untuk merayakan kekalahan pasukan Turki.
Cappucino konon juga bukan berasal dari Italia, melainkan dari biji-biji kopi Turki yang tertinggal di medan perang Pertempuran Wina.

Kelebihan
Cerita dalam buku ini dikemas apik sehingga para pembaca mampu membayangkan apa yang dilihat oleh Hanum dan Rangga ketika mereka berada di Eropa. Rute perjalanan mereka bermula di Wina berlanjut ke Paris, Cordoba, Granada hingga Istanbul Turki. Dalam buku ini diuraikan pula bukti-bukti kejayaan Islam yang tertuang secara detail mulai dari bangunan, lukisan Kara Mustafa Pasha hingga mantel Raja Roger II yang berkaligrafi arab sehingga tidak terbantahkan bahwa Islam pernah cahaya di langit Eropa.

Ada banyak hal yang bisa dipetik dari buku ini. Mulai dari misi menjadi agen muslim yang baik, membuktikan bahwa Islam adalah rahmat untuk alam semesta hingga pemahaman bahwa ilmu pengetahuan dan agama seharusnya saling mendukung dan bukan dipertentangkan. Bukankah Al-Qur’an sendiri memerintahkan untuk “membaca” dan ada hadits yang menyatakan bahwa mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan?

Kita diajarkan bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan jalan damai. Tidak peduli kita berada dipihak yang menang ataupun kalah, yang penting kita bisa bangkit dan bisa mengambil pelajaran dari masa lalu.

Kekurangan
saya merasa cara bercerita Hanum menjadi agak monoton ketika memasuki cerita Cordoba dan Istanbul.

Reading level : dewasa muda

Rating : empat setengah bintang

Review ini diikutkan dalam RC Finding New Author 2013