Review : The Hunger Games

“Aku tidak mau kehilangan anak lelaki yang memberiku roti”. Hal. 327

Judul : THE HUNGER GAMES
Pengarang: Suzanne Collins
Tebal: 407 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Sinopsis
Amerika Utara musnah, berganti menjadi Panem yang terdiri dari 12 distrik dan diperintah oleh Capitol. Setiap tahun, Capitol menyelenggarakan Hunger Games, sebuah ritual tahunan yang menjadi pengingat ke-12 distrik untuk tidak berani menentang mereka. Syaratnya sederhana, masing-masing distrik diharuskan mengirim sepasang remaja laki-laki dan perempuan untuk bertarung di sebuah arena dan acara ini ditayangkan secara nasional. Hanya ada satu pemenang. Tujuannya adalah membunuh atau dibunuh.

Ketika nama sang adik, Primrose, terpilih menjadi perwakilan untuk Hunger Games ke-74, Katniss Everdeen maju untuk menggantikan. Namun, yang tidak disangka oleh Capitol adalah bahwa Hunger Games kali ini akan menjadi pertarungan yang tidak akan pernah dilupakan oleh Capitol.

Review
Amerika Utara hancur dan berdirilah Negara yang dinamakan Panem dengan pusat kotanya Capitol yang terdiri dari 12 distrik. Di distrik 12, tempat termiskin yang ditinggali oleh manusia, tinggallah seorang gadis 16 tahun, Katniss Everdeen. Hidupnya menjadi seorang pemburu untuk mencukupi kebutuhan perut keluarganya, seorang adik dan ibu. Sejak ayahnya meninggal karena ledakan ditambang, dia harus menjadi tulang punggung keluarganya. Bersama teman berburunya, Gale, setiap hari dia menghabiskan waktunya di hutan yang illegal untuk di masuki.

Untuk memperingati pemberontakan di masa lalu yang menghancurkan Amerika Utara, setiap tahun, Capitol mengadakan pemungutan untuk setiap distrik. Seorang gadis dan pemuda harus dikirimkan untuk mewakili distriknya mengikuti The Hunger Games, yang dijadikan sebuah perayaan di Capitol. The Hunger Games merupakan sebuah arena saling bunuh membunuh dari 24 peserta dari 12 distrik. Dan peserta yang dapat bertahan sampai akhir ketika semua peserta telah tewas akan menjadi pemenangnya. Ketika hari pemungutan tiba, Kardiss dan adik perempuannya, Prim, harus megikutinya, atau dianggap melakukan pemberontakan jika kabur dari acara tahunan itu. Kardiss berharap diantara ribuan nama itu bukan namanya yang akan keluar menjadi peserta Hunger Games.

Pada hari pemungutan, bukan namanya yang keluar menjadi peserta. Tetapi nama yang tak pernah ia duga akan disebut dan orang yang selama ini sangat disayanginya, adik perempuannya, Primrose Everdeen. Gadis 12 tahun yang manis, polos, dan takkan bisa bertahan dalam arena penuh pertumpahan darah itu. Saat itulah, Kardiss menahan langkah adiknya, dan berkorban mengajukan diri menjadi perwakilan untuk meggantikan. Kardiss mendapatkan penghormatan dari seluruh warga distrik 12 akan keberaniannya. Dan tanpa diduga – duga, teman sedistrik yang juga akan menjadi musuhnya di arena adalah orang yang tak pernah dilupakannya, Peeta Mellark. Lelaki yang tak terlalu dikenalnya, bahkan bicara saja tidak, tetapi memiliki kenangan bersama yang takkan pernah Kardiss lupakan. Dan itu membuatnya berhutang pada Peeta.

The Hunger Games tahun ini akan menjadi arena yang takkan pernah terlupakan. Pertarungan untuk mempertahankan diri masing – masing tanpa memandang kawan maupun lawan. Tetapi ada yang berbeda dari The Hunger Games tahun ini, sejarah baru dalam medan perang tersebut. Kisah yang dramatis, menengangkan, penuh petualangan, romantika, diramu menjadi satu dalam The Hunger Games. Suzanne Collins berhasil menyajikan kisah yang menarik dengan aksi yang menegangkan, rasanya buku ini akan sulit dilepaskan begitu kita mulai membaca halaman pertama
Di buku ini diceritakan cerita remaja yang seru, adegan perkelahian, semangat kebersamaan, permusuhan, persaingan dan bahkan kisah asmara .

Reading level : karena sadis banyak adegan berdarah maka sebaiknya yang membaca adalah young reader (>16 th)

Rating : 5 bintang