[Posting bareng] Review : Ronggeng Dukuh Paruk

Sinopsis
Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pendukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para penabuh calungnya ditahan. Hanya karena kecantikannyalah Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin lagi melayani lelaki mana pun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika Bajus muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Tapi, ternyata Srintil kembali terempas, kali ini bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil pun...

Review
Ronggeng Dukuh Paruk adalah bagian dari trilogi novel Ahmad Tohari, yaitu Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Masing-masing novel diterbitkan secara berurutan, tahun 1982, 1984, 1985.
Ahmad Tohari mengajak kita untuk berkenalan, masuk dan hidup bersama masyarakat di sebuah perdukuhan atau kampung kecil bernama dukuh Paruk Ahmad Tohari memperkenalkan mereka sebagai masyarakat yang bodoh, lugu, cabul, kasar, dan polos. Namun dalam keluguan itulah kita diajar tentang suatu masyarakat yang bersahaja, yang berusaha hidup selaras dengan alam, senantiasa berusaha untuk taat, nrimo, apa yang telah diberikan alam dan sejarah bagi takdir mereka.

Sampul buku
Buku yang saya baca adalah edisi pdf gratis yang didownload Dari Goodreads. Ternyata buku ini punya 3 macam tampilan visual cover orange yang merupakan tampilan perdana, edisi film dimana tergambar foto pria Dan wanita dan cover edisi bahasa inggris . Walau edisi perdana cover orange bukan berarti tidak cantik. Cover bergambar penari dengan latar belakang orange ini keliatan menggambarkan Srintil yang genit menggoda dan membuat penasaran.
Sampul edisi film menurut saya kurang daya magisnya dibanding cover edisi perdana.
Sedangkan sampul edisi terjemahan ke bahasa inggris yang merupakan lukisan wanita menari, justru unik. Ini menunjuk kan novel ini sudah go international.

Isi novel
Novel ini berkisah mengenai Srintil seorang gadis belia yang cantik, dimana dia masih belum mengenal lelaki pada hakikatnya. Di dukuh paruk adalah tempat dimana para suami akan beroleh kebebasan untuk meniduri ronggengnya (yang ini sih tempat impian semua laki-laki barangkali ya?), dimana asal usul 'siapa anak siapa' tak akan dipermasalahkan, tempat dimana ronggeng dielukan dan dimanjakan tidak hanya oleh keluarga sang ronggeng tapi hampir seluruh penduduk kampung termasuk kaum perempuannya. Srintil gadis yang cantik khas pendukuhan tersebut harus serta merta melepaskan kebebasan dan haknya sebagai remaja ketika diketahui indang ronggeng telah mendiami tubuhnya, semua ini dipercaya sebagai takdir, maka takdir tak dapat ditentang selain harus menjalaninya. Maka Srintil menjadilah seorang ronggeng yang begitu cantik dengan tubuhnya yang dianggap proposional. Semua orang menginginkan Srintil tanpa terkecuali, tentu saja menginginkan yang dimaksud disini adalah meginginkannya tidak hanya di atas panggung tayub tetapijuga di ranjang.Dihidupnya yang masih sangat belia dia sudah dipaksa oleh keadaan untuk lebih mengenali lelaki lebih jauh.

Konflik demi konflik datang secara alami dalam novel ini dimana Srintil yang sangat mencintai Rasus, tetapi sekali lagi takdir yang membuat mereka tak bisa mengungkapkan perasaan masing-masing sampai pada suatu hari Rasuspergi meninggalkan Dukuh Paruk. Konflik lain pun datang ketika Srintil sudah tak mau melayani laki-laki manapun karena dia menginginkan kehidupan lain yang jauh lebih baik,pandangannya yang sangat bertolak belakang dengan ronggeng-ronggeng sebelumnya ini cukup membuat dinamika kehidupan Dukuh Paruk menjadi sedikit berubah.

Kentalnya budaya jawa di novel ini menunjukan betapa penulis memang sangat ahli dan berpengetahuan mengenai budaya jawa yang lambat laun mulai memudar kekentalannya oleh masyarakat jawa sendiri. Kemampuan Ahmad Tohari dalam membentuk karakter Srintil adalah jawara! Tokoh Srintil begitu hidup. Tak cukup hanya menyajikan drama, dongeng dan kisah kehidupan masyarakat dan percintaan, Ahmad Tohari mencampurnya adonan ini dengan kisah kelam sejarah negeri: Pemberontakan PKI.

Gaya bahasa
Setiap deretan katanya memabukkan dan membuat pembaca terbuai dengan kepiawaian Ahmad Tohari menyusun dan merangkai kata.

Pesan moral
Dari novel ini kita belajar bahwa keterbatasan hanya pada satu pemahaman tidak akan membuat kemajuan yang lebih pada kehidupan

Kenyamanan selama membaca
Jujur saya terkaget kaget membaca novel ini . Timbul pertanyaan apa ini cerita murni hanya rekaan Ahmad Tohari belaka. Atau memang dahulu suatu waktu, ada kelompok masyarakat Indonesia yang benar-benar menjadikan isu seksualitas sebagai hal yang bukan tabu. Tapi karena keindahan kalimat Ahmad Tohari, saya terus penasaran dengan sosok Srintil dan bagaimana akhir kisahnya cintanya

Kesimpulan
Menilai sosok Srintil dan Dukuh Paruk tidak akan terwakilkan dengan sempurna jika yang dinilai hanya dari satu novel karena novel ini adalah trilogi. Ada yang hilang, janggal, menggantung ketika novel ini selesai dibaca dan kemudian ditanggapi.

Level pembaca : dewasa
Rating :
Cover +
Isi +
Pesan moral +
Gaya Bahasa +
Kenyamanan selama membaca +

Total 5 Bintang untuk novel ini.

PS: postingan dalam rangka Baca Bareng BBI bulan April 2013 dengan tema "Buku yang tentang perempuan atau yang ditulis oleh perempuan untuk merayakan Hari Kartini"