Review : Sepatu Dahlan

Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya - Dahlan Iskan

Bekal untuk menjadi pemimpin itu hakikatnya cuma satu. Tahu diri - Kiai Irsyad. (hal 166)

Namun, begitu bersila di hadapan Bapak, segala keberanian menguap begitu saja. (hal 250)

Pertemanan, barangkali, memang harus diuji dengan perbedaan. (hal 300)

Kehangatan kasih sayang dalam menghadapi sebuah belenggu kemiskinan adalah hiburan jiwa yang tak tergantikan.
Di jantung rinduku kamu adalah keabadian, yang mengenalkan dan mengekalkan kehilangan.


Judul : Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books
Cetakan : I, Mei 2012
Tebal : 369 hlm

Sinopsis
Inilah hari dengan kesedihan tak berkesudahan.
Batinku meraung-raung meratapi ketidakberdayaan.
Kami bukan orang asing bagi rasa lapar...
Mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga mendenging-denging...
Sungguh, aku butuh tidur, sejenak pun bolehlah.
Tetapi, aku tahu tidak akan bisa tertidur dengan mudah.

***

Kehidupan mendidik Dahlan kecil dengan keras. Baginya, rasa perih karena lapar adalah sahabat baik yang enggan pergi. Luka di kakinya menjadi bukti perjuangan dalam menjalani hidup. Dia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul, mulai dari nguli nyeset, nguli nandur sampai melatih tim voli anak-anak juragan tebu.

Dan di usia mudanya, Dahlan sudah banyak merasakan kehilangan. Buku catatan hariannya pun dipenuhi curahan kegalauan hati yang selalu dia alami. Setiap kali terpuruk seringkali dia berkata pada dirinya sendiri, hidup, bagi orang miskin sepertiku, harus dijalani apa adanya. Didikan keras sang Ayah dan kakak-kakak tercintanya serta senyum sang Ibu, selalu bisa membuatnya bertahan dan terus berjuang dalam hidup. Selain itu, di atas segala luka dan kesedihan yang dialaminya dia punya dua cita-cita besar yang membuatnya semakin bekerja keras: sepatu dan sepeda.

Ulasan
Muhammad Dahlan. Ia merupakan anak dari keluarga kurang mampu yang tinggal di Kebon Dalem, sebuah kampung yang menyimpan banyak kenangan baginya. Dahlan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Dua kakak perempuannya bersekolah di perguruan tinggi dan adiknya, Zain masih sekolah di SR. Ayah Dahlan bekerja serabutan sedangkan Ibunya adalah ahli pembuat batik di desanya.

Kehidupan yang Dahlan alami penuh liku-liku. Walaupun begitu, Ia menjalani dengan semangat dan ikhlas. Salah satu pertanyaan ayah Dahlan " pilih ngendi, sugih tanpa iman opo mlarat ananging iman? – pilih mana, kaya tanpa iman atau melarat namun beriman?” Dahlan tidak memilih, namun ia membuat jawabannya sendiri “sugih ananging iman – kaya dan beriman”. Untuk Dahlan “sugih” hanya berarti satu hal, yaitu memiliki sepatu dan sepeda. Keinginannya inilah yang membawa Dahlan ke dalam petualangan hidup yang penuh warna dan tidak dialami sebagian besar anak-anak pada masa itu.

Perjuangan Dahlan kecil untuk menuntut ilmu tidaklah mudah, ia terpaksa menahan lapar dan lecet di kakinya karena ia tak memiliki sepatu untuk bersekolah.

Walaupun novel ini bersifat fiksi, tapi penulis menggambarkan kejadian yang dialami Dahlan menjadi seolah-olah nyata dan benar-benar terjadi.Membaca buku ini, seperti duduk mendengarkan Dahlan Iskan bertutur langsung kepada pembaca karena penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Dahlan dalam novel ini tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna, Dahlan sama seperti anak-anak lainnya melakukan kenakalan mencuri tebu dan mendapat angka merah di raport .

Selain perjuangan perjuangan untuk memperoleh buku ini juga menyeret beberapa kisah yang pernah terjadi pada tahun 1960-an. Keadaan yang serba terbatas, ditambah pula dengan ketidakstabilan politik yang terasa dampaknya bagi masyarakat Desa Kebon Dalem, kampung Dahlan Iskan

Melalui novel ini pula kita bisa memahami apa yang melatari sosok Dahlan Iskan seperti yang kini dikenal dengan kenyentrikan, kesederhanaan, dan kerja kerasnya.
Beginilah hidup Dahlan, penuh keterbatasan. Namun keterbatasannya ini tidak membuatnya jatuh dan terpuruk, justru menjadi sebuah penyemangat hidup untuk lebih baik dan dapat membanggakan sekelilingnya. Penggambaran kemiskinan, kesengasaraan dan perjuangan untuk meraih mimpi begitu kuat dalam novel ini. Keterbatasan sebenarnya akan menjadi sesuatu yang indah, tergantung bagaimana kita menyikapinya

Kesimpulan
Novel cerita tentang masa kecil Dahlan ini tak hanya enak dibaca melainkan mampu melibatkan emosi pembacanya dan menginpirasi pembacanya

Level pembaca
Novel ini dapat dibaca oleh siapa saja dengan range usia yang cukup panjang, mulai dari anak remaja hingga para orang tua. Cara pandang hidup yang sangat bijaksana serta cara mendidik anak yang tepat bisa diambil dari kisah ini.

Rating
4 bintang

Ditulis dengan sepenuh hati oleh